Rabu, 16 Januari 2013

Takmir Idaman



Di pagi hari, tepatnya jam 08.00 WIB, suasana langit memang terlihat lebih lesu,  muka yang menor  akan polesan bedak berwarna kecokelatan, terlihat benar seolah-olah langit tak akan mampu lagi  untuk membendung gelora air yang Memang berkumpul  sedari azan fajar dikumandangkan.
“srek…srek” nada yang keluar dari sepatu salah satu mahasiwa Fakultas Adab yang tengah melintas ruang hampa diantara dua bangunan yang  kokoh, masjid dan gedung Fakultas Adab, sehingga tak terelakkan nada pun keluar begitu keras seolah merobek suasana pagi yang memang di saat itu masih sepi dari lalu lalang mahasiswa.
Ia pun tiba dan merebakkan badan di selasar barat bagian utara yang termasyhur menjadi tempat favorit nogkrong  bagi  anak Adab, khususnya Prodi Sejarah dan Kebudaan Islam.
“ rif, ujian bahasa  Arab, sudah siap belum?” sahut Anil  dari selasar timur dengan  berjalan sambil membelah  rambutnya yang tersohor di fakultasnya untuk mendekat kepada arif.
“ oh , gampang. Kan semalam sudah belajar. Lagian Bahasa Arab memang kesukaanku, ku tak merasa bingung untuk nanti ujian jam 09.00.” celoteh arif dengan tenang dan santai, sembarii menggapai tangan anil yang menjulur untuk berjabat tangan .
“ bagus……. Kalau gitu saya pesen satu sampai sepuluh jawaban.” Tanggap anil
“ hahahahaaaaa”. Kelekar keduaya.   
“ ya.. , rif saya ke kamar kecil dulu.”
“ oh, ya,” jawab Arif.
Tepat setelah Anil masuk ke kamar kecil, Opik, Nazmy dan Yuli pun datang dari arah selatan,
“ rif  sendirian  wae” sahut  Opik dengan logat Sundanya yag khas, yang diikuti senyum oleh ketiganya.
“ Iya, neh… pak ustadz” tambah Nazmy dengan iringan lesungan yang melengkung di pipinya.
“ oh… biasa Pik. Tadi kirain jam 08.00, masuknya. Eh,.. ternyata jam 09.00.” jawab Arif dengan sedikit berdusta.
“ beneran nih, yuk kita belajar bahasa arab bareng yuk. Beneran nih, saya masih bingung dengan materi yang akan keluar nanti.” Pinta Yuli dengan muka memelas.
“ oh, kamu dosenya beda sih sama kami” kata  Nazmy
“Iya, kalau kami pak sugeng, enak loh orangnya,” tambah Opik.
“ oh, gitu ya, Pak Mardjoko juga tidak kalah seru, buktinya tiada hari tanpa ceria dan tertawa setiap belajar denga beliau”. Jawab Arif tak mau kalah.
“ haha, betul” tambah Yuli.
“ he-he, ada pa nih ribut-ribut” sahut Anil dari arah timur seolah tak mau ketinggalan momen tersebut.
“ oh, ya nil, gimana sudah dapet tamir belum?”. Tanya Yuli dengan penuh rasa penasaran
“ oh, ya, saya belum dapat, dan kayaknya ga ada yang mau Yul”.
“ aduh, kok gitu sih. Gimana ya?, padahal Cuma kurang satu lagi nih.”
“ oh, iya Yul saya juga gak dapat tuh?” ucap Opik seolah tak mau ketinggalan melapor
“emang, untuk masjid mana sih yul.” Tanya nazmy
“ masjid deket UPN,”
“ oh , jauh juga ya. Terus fasilitasnya pa ja? Cecar Nazmy
“ masjid dan yang ada di dalamnya lah, hahaha”. Sahut Opik
“ gimana kalau arif saja, ayolah…! Mau kan?” pinta yuli
Arif pun terhenyut  seolah tak ada langkah mengelak, sebab semua pandangan seolah tertuju padanya.
“ kalau saya yang jadi ta’mir, apa pantas? Ta’mir sendiri asal kata dari bahasa arab, yang artinya meramaikan. Bagaimana saya bisa meramaikan sesuatu yang lain sedang diri, jiwa, dan hati saya masih kosong. Artinya saya tidak bisa meramaikan diri sendiri.”
“ gimana rif?” Tanya Yuli, seakan membuyarkan lamunan Arif yang sedari tadi masih bergumam dengan dirinya sendiri.
Dengan menghembus  nafas yang panjang ia pun berkata” oh , maaf Yul, kayaknya ga bisa. Hehehehe” jawab Arif sembari diiringi senyum menghindar.
Lebih lanjut ia bergumam dalam hatinya.” Bagi ku ta’mir itu tidak harus di masjid, yang penting ia mampu untuk meramaikan dirinya dengan nilai- nialai Islami. Masjid di sini, saya tafsiri sebagai semua tentang sesuatu yang baik, jadi bukan masjid sebagai tempat. Dari sinilah aku menolak tawaran itu. Saya lebih suka untuk menjadi ta’mir diri sendiri dan selain masjid. Karena di tempat-tempat lain masih banyak yang membutuhkan ta’mir-ta’mir yang bisa meramaikan mereka dengan aturan dan nilai masjid ( symbol kebaiakan) seperti di sector pemerintahan, perdagangan, dan sarana umum lainnya. dan terutama  disektor yang disebut pertama , karena memang menjadi ladang subur korupsi, sesuatu yang bertolak belakang dengan nilai-nilai masjid.”
“huhf”, nafas Arif , sambil beranjak dari tempat duduknya, bergegas mengikuti teman-temannya menuju kelas untuk memulai ujian yang tinggal beberapa menit lagi.
                                                                                               
 Krapyak,18-nov-2011.



0 komentar:

Posting Komentar