Jumat, 18 Januari 2013

I’JAZ AL-QUR’AN


1.    DEFINISI I’JAZ AL-QUR’AN
I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan[1]. Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu yang melemahkan). Yang dimaksudkan disini adalah  kebenaran nabi dalam sebagai seorang rasul dengan menampakan kelemahan orang arab untuk menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Qur’an, dan kelemahan generasi-generasi sesudah mereka. Orang Arab adalah orang yang tinggi tingkat fashahah dan balagahnya, namun hal ini tidak menjadikan mereka dapat menandingi kemukjizatan Al-Qur’an.
Rasulullah telah meminta orang Arab menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan:
1.    Menantang mereka dengan seluruh al-quran, menurut metode-metode umum yang dipakai dan apa saja yang pernah di pakai oleh manusia dan jin. Dan hal itu di kalahkan dengan di turunkannya ayat al-quran surat al-isra[17] :88.

قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنْسُ وَالجِنُّ عَلَى اَنْ يَأْ تُوابِمِثْلِ هَىذَاالقُرْانِ لاَ يَأتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ طَهِيْرًا         
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."

2.    Menetang mereka dengan sepuluh surah saja dari al-quran,dan itu di terangkan oleh Allah dalam firman-Nya QS:hud [11]:13-14.

اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرىهُ قُلْ فَأ تُوا بِعَشْرِسُوَرٍمِّثْلِهِ مُفْتَرَيَتٍ وَّادْعُوْامَنِ الستَطَعْتُم مِنْ دُونِ اللهِ
  انْ كُنْتُم صدقين
 فَاِلَّمْ يَشْتَجِيبُوالَكُمْ فَاعْلَمُوآانَمَااُنْزِلَ بِعِلمِ اللهِ وَاَنْ لآَ إِلَهَ اِلاَّهُوَ فَهَلْ اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Artinya:
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar."

Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?

3.    Menantang mereka dengan satu surah saja dari al-quran,terdapat dalam firmannya QS: yunus[10]:38.

اَمْ يَقُوْلُونَ افْتَرَىه قُلْ فأتُوابِسُورَةٍ مِثْلِهِ قُلْ فَأْ تُوْابِسُوْرَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ إِنْ كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ
Artinya:
Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar."

Kelemahan orang Arab untuk menandingi Al-Qur’an merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan bahasa Arab di masa bahasa ini berada pada puncak kejayaannya[2]. Seluruh bangsa juga tidak mampu menandingi. Setelah rahasia alam ini dapat disingkap oleh ilmu pengetahuan modern, maka ketika itulah orang baru tahu hakikat yang Maha Tinggi yang mencipta segala yang ada di alam ini. Dialah yang menurunkan Al-Qur’an yang menjadi mukjizat bagi umat manusia seluruhnya.





2.    PENDAPAT-PENDAPAT MENGENAI I’JAZ AL-QUR’AN
Kelahiran ilmu kalam dalam Islam pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib tentu tidak dapat dilepaskan dari berbagai permasalahan dalam Islam sendiri, hingga menimbulkan banyak perdebatan bahkan sampai membicarakan mengenai kemakhlukan Al-Qur’an. Diantara pendapat itu adalah:
1.    Abu Ishaq Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat mukjizat al-Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam pandangan Nizam adalah Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menentang Al-Qur’an.  Padahal sebenarnya mereka mampu menghadapinya.
Menurut Murtadha sirfah adalah bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu yang diperlukan untuk menghadapi Qur’an agar mereka tidak mampu membuat yang seperti Qur’an.
Abu Bakar Al Baqilani berpendapat, bahwa salah satu hal yang membatalkan pendapat sirfah adalah: kalaulah menandingi Qur’an itu mungkin. Tetapi mereka dihalangi oleh sirfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat. Melainkan sirfah itulah yang mukjizat.
Dengan demikian, kalam tersebut tidak mempunya kelebihan apapun atas kalam yang lain. Namun begitu, pendapat tentang sirfah ini batil dan ditolak oleh Al-Qur’an yang disebutkan dalam firmannya Q.S. Al-Isra ayat 88.[3]

2.    Golongan para ulama dari kalangan ahli bahasa Arab berpendapat Al-Qur’an itu mukjizat dengan balaghahnya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya.

3.    Pendapat yang lain mengatakan kemukjizatan Al-Qur’an itu ialah karena ia mengandung badi’ yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan orang Arab seperti fashilah dan maqta.

4.    Golongan lain berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qor’an itu terletak pada pemberitaannya tentang hal-hal gaib yang kan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan wahyu. Dan pemberitaanya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa penciptaan makhluk yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ‘ummy yang tidak pernah berhubungan dengan Al-Kitab. Namun pendapat ini tergolong mardud.
5.    Yang lainnya mengatakan Al-Qur’an itu mukjizat karena mengandung berbagai macam ilmu dan hikmah yang sangat dalam.

3.    ASPEK-ASPEK KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
Mukjizat Al-Qur’an itu sebenarnya sangat banyak. Akan tetapi, dalam uraian ini, kami hanya akan membahas tiga aspek kemukjizatan Al-Qur’an, yaitu:
Aspek Bahasa
Al-Qur’an sebagai mukjizat yang terbesar diturunkan dengan menggunakan susunan bahasa yang sangat tinggi nilai kesusastraannya. Bahasa yang dapat mengungguli segala bentuk susunan bahasa kesusastraan apapun.Menurut para ahli bahasa Arab, perbandingan antara Bahasa Arab pada umumnya dengan bahasa yang ada di dalam Al-Qur’an ibarat seekor semut yang berdiri di hadapan raksasa. Dapat dilihat dalam sejarah betapa banyaknya orang yang ahli dalam Bahasa Arab, mereka menyelidiki dan menggali Al-Qur’an itu dari sudut bahasa. Mereka tidak dapat berbuat apa-apa selain menyatakan kelemahan dan kekurangan ilmu yang mereka miliki. Sejarah mencatat bahwa letak kelemahan orang ialah dari segi bahasa. Tidaklah mengherankan bila dikatakan demikian.
Orang Arab tidak mempunyai kalam yang mencakup fashahah, gharabah (keanehan), rekayasa yang indah, makna yang halus, faidah yang melimpah, hikmah yang meruah, keserasian balaghah, dan keterampilan bara’ah sebanyak dan dalam kadar seperti itu. kata-kata hikmah mereka hanyalah beberapa patah kata dan sejumlah lafadz. Dan para penyairnya pun hanya mampu menggubah beberapa buah qasidah. Itupun mengandung kerancuan dan kontradiksi serta pemaksaan dan kekaburan. Sedangkan Al-Qur’an yang sedemikian banyak dan panjang kefashahannya senantiasa indah dan serasi.

Aspek ilmiah
Diantara beberapa keistimewaan isi kandungan Al-Qur’an ialah terdapatnya suatu keistimewaan yang sangat memperhatikan akal pikiran manusia dalam segala hal, baik aqidah, akhlaq, kewajiban, perintah, larangan dan sebagainya. Yang demikian ini tidak hanya ditinjukan secara sepintas dalam rangkaian ayat, melainkan dalam berbagai tempat datang secara pasti dan tegas, baik lafadz maupun maknanya. Dorongan yang menggugah akal pikiran manusia menggunakannya berulang-ulang, tidak hanya dalam satu arti seperti kita ketahui dalam buku-buku psikologi atau lainnya, tetapi mengandung beberapa fungsi manusia dan ciri-cirinya dalam berbagai kondisi dan situasi.
Sayangnya kebanyakan orang ingin menyelidiki hal-hal yang terkandung di dalam Al-Qur’an itu dengan penyelidikan ilmiah. Maka timbulah pendapat-pendapat baru yang masih diragukan dalam menempatkannya tujuan perkataan yang terkandung dalam ayat. Mereka mentakwilkannya dengan apa yang sesuai dengan selera mereka.
Kemukjizatan ilmiah Al-Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam penelitian dan pengamatan. Tetapi kemukjizatan ilmiah AlQur’an itu terletak pada dorongannya untuk berpikir dan menggunakan akal. Al-Qur’an mendorong manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam atau menghalanginya dari penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya.
Adalah benar bahwa Al-Qur’an inilah yang mendorong untuk berpikir secara benar. Disamping itu tidak ada ayat yang bertentangan mengenai keadaan dalam segala hal. Sekarang, ilmu pengetahuan sudah maju dan banyak masalah-masalah yang dipecahkan, namun tidak satu pun yang bertentangan. Disamping itu, ayat-ayat Al-Qur’an sendiri yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah I’jaz.
Hakikat Al-Qur’an adalah hakikat yang terakhir, pasti dan mutlak. Adapun membahasan insani tidak akan berkesudakan dan tidak pasti, yaitu hakikat yang tidak berkesudahan dan tidak putus-putusnya. Dikaitkan kepada batas-batas percobaan-percobaan dan tindak tanduk dalam melakukan percobaan itu berikut alat-alat yang dipergunakan. Diantara kesalahan metode yang dilakukan ilmiah, dengan peraturan metode insani itu sendiri, menyangkutkan hakikat terakhir yang berkenaan dengan Al-Qur’an, dengan hakikat yang tidak berkesudahan, yaitu segala apa yang dihubungkan kepadanya oleh ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an menggugah dan mendorong manusia untuk mempergunakan akal pikirannya sebagai cara pendekatan langsung untuk mengenal keesaan Allah, yaitu ketika pertama kali Malaikat Jibril membacakan wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan mengulang kata “iqra” sebanyak tiga kali. Sehingga dapat dikatakan bahwa Al-Qur’an benar-benar membimbing akal pikiran manusia untuk memperhatikan ayat-ayat Allah yang terpampang di hadapan manusia, sebab dengan diulangnya kata “iqra” sebanyak tiga kali itu mengandung pengertian “bacalah firman-firman Allah”, “bacalah ayat-ayat Allah yang ada dalam dirimu”, “bacalah alam sekitar”

Aspek Tasyri
Al-Qur’an membukakan contoh yang baik yang disukai orang menurut ajaran agama. Seperti bersifat sabar, benar, adil, ihsan, pengasih, pemaaf, dan bersikap rendah hati. Dari mendidik pribadi, Islam berpindah kepada pembinaan keluarga rumah tangga. Karena rumah tangga itu merupakan butir-butir masyarakat.
Sudah itu, datang peraturan hukum yang mengatur masyarakat muslim. Al-Qur’an menetapkan peraturan pemerintah Islam, yaitu pemerintah yang berdasarkan musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Yaitu pemerintah yang berdiri di atas keadilan mutlak yang tidak terpengaruhi dengan cinta atau kasih kepada kerabat karib atau orang-orang yang terkemuka dalam masyarakat. Begitu juga keadilan tidak boleh terpengaruh oleh nafsu ingin membalas demdam terhadap musuh.
Dalam pemerintahan Islam, tasyri itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an telah menetapkan, bila keluar dari tasyri Islam itu hukumnya adalah kafir, dzalim dan fasik. Al-Qur’an menetapkan ada lima perkara yang sangat di butuhkan oleh kehidupan manusia, yaitu: Agama
  Jiwa
  Harga diri
  Harta benda
  Akal
Dari lima perkara diatas, disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan Al-Qur’an dan hadits. Dan ini dapat dilihat dalam fiqh al-Islam yang bersangkut dengan jinayah dan hudud. Al-Qur’an menetapkan hubungan negara dalam perang dan damai diantara negara Islam dengan negara tetangganya dalam mengadakan perjanjian. Yaitu meningkatkan pergaulan peradaban secara kemanusiaan.
Al-Qur’an itu adalah undang-undang dasar tasyri yang sempurna mengatur kehidupan manusia dalam bentuk yang lebih baik dan lebih tinggi nilainya dan melindungi peraturan-peraturan lain berkaitan dengan tidak mampu ditandingi oleh ilmu pengetahuan dan oleh bahasa untuk selama-lamanya. 



DAFTAR PUSTAKA

Charisma Moh Chadziq, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, Surabaya: Bina Putra,1991.

Qathan Manna Khalil, Studi Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Citra Antar Nusa, 2009.





[1] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an,  Jakarta, Litera Antar Nusa, 2009, hal.371
[2] Ibid, hal.374
[3] Lih hal sebelumnya

0 komentar:

Posting Komentar