1. DEFINISI I’JAZ AL-QUR’AN
I’jaz (kemukjizatan) adalah menetapkan kelemahan[1].
Apabila kemukjizatan telah terbukti, maka nampaklah kemampuan mu’jiz (sesuatu
yang melemahkan). Yang dimaksudkan disini adalah kebenaran nabi
dalam sebagai seorang rasul dengan menampakan kelemahan orang arab untuk
menghadapi mukjizatnya yang abadi, yaitu Qur’an, dan kelemahan
generasi-generasi sesudah mereka. Orang Arab adalah orang yang tinggi tingkat
fashahah dan balagahnya, namun
hal ini tidak menjadikan mereka dapat menandingi kemukjizatan Al-Qur’an.
Rasulullah telah meminta
orang Arab menandingi Al-Qur’an dalam tiga tahapan:
1.
Menantang
mereka dengan seluruh al-quran, menurut metode-metode umum yang dipakai dan apa
saja yang pernah di pakai oleh manusia dan jin. Dan hal itu di kalahkan dengan
di turunkannya ayat al-quran surat al-isra[17] :88.
قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الإِنْسُ وَالجِنُّ عَلَى اَنْ يَأْ تُوابِمِثْلِ
هَىذَاالقُرْانِ لاَ يَأتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ
طَهِيْرًا
Artinya:
Katakanlah:
"Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain."
2.
Menetang
mereka dengan sepuluh surah saja dari al-quran,dan itu di terangkan oleh Allah
dalam firman-Nya QS:hud [11]:13-14.
اَمْ يَقُوْلُوْنَ افْتَرىهُ قُلْ فَأ تُوا بِعَشْرِسُوَرٍمِّثْلِهِ
مُفْتَرَيَتٍ وَّادْعُوْامَنِ الستَطَعْتُم مِنْ دُونِ اللهِ
انْ كُنْتُم صدقين
فَاِلَّمْ يَشْتَجِيبُوالَكُمْ
فَاعْلَمُوآانَمَااُنْزِلَ بِعِلمِ اللهِ وَاَنْ لآَ إِلَهَ اِلاَّهُوَ فَهَلْ
اَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Artinya:
Bahkan mereka mengatakan: "Muhammad telah membuat-buat Al Quran
itu", Katakanlah: "(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh
surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang
kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang
benar."
Jika mereka yang kamu seru itu tidak menerima seruanmu (ajakanmu) itu
maka ketahuilah, sesungguhnya Al Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah, dan
bahwasanya tidak ada Tuhan selain Dia, maka maukah kamu berserah diri (kepada Allah)?
3.
Menantang
mereka dengan satu surah saja dari al-quran,terdapat dalam firmannya QS:
yunus[10]:38.
اَمْ يَقُوْلُونَ افْتَرَىه قُلْ فأتُوابِسُورَةٍ مِثْلِهِ قُلْ فَأْ
تُوْابِسُوْرَةٍ مِّثْلِهِ وَادْعُوْا مَنِ اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ دُوْنِ اللهِ إِنْ
كُنْتُمْ صَدِقِيْنَ
Artinya:
Atau
(patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-buatnya." Katakanlah:
"(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat
seumpamanya dan panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya)
selain Allah, jika kamu orang yang benar."
Kelemahan
orang Arab untuk menandingi Al-Qur’an merupakan bukti tersendiri bagi kelemahan
bahasa Arab di masa bahasa ini berada pada puncak kejayaannya[2].
Seluruh bangsa juga tidak mampu menandingi. Setelah rahasia alam ini dapat
disingkap oleh ilmu pengetahuan modern, maka ketika itulah orang baru tahu
hakikat yang Maha Tinggi yang mencipta segala yang ada di alam ini. Dialah yang
menurunkan Al-Qur’an yang menjadi mukjizat bagi umat manusia seluruhnya.
2.
PENDAPAT-PENDAPAT
MENGENAI I’JAZ AL-QUR’AN
Kelahiran
ilmu kalam dalam Islam pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib tentu tidak
dapat dilepaskan dari berbagai permasalahan dalam Islam sendiri, hingga
menimbulkan banyak perdebatan bahkan sampai membicarakan mengenai kemakhlukan
Al-Qur’an. Diantara pendapat itu adalah:
1.
Abu Ishaq
Ibrahim an-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah berpendapat mukjizat
al-Qur’an adalah dengan cara sirfah (pemalingan). Arti sirfah dalam
pandangan Nizam adalah Allah memalingkan orang-orang Arab untuk menentang
Al-Qur’an. Padahal sebenarnya mereka
mampu menghadapinya.
Menurut
Murtadha sirfah adalah bahwa Allah telah mencabut dari mereka ilmu-ilmu
yang diperlukan untuk menghadapi Qur’an agar mereka tidak mampu membuat yang
seperti Qur’an.
Abu Bakar
Al Baqilani berpendapat, bahwa salah satu hal yang membatalkan pendapat sirfah
adalah: kalaulah menandingi Qur’an itu mungkin. Tetapi mereka dihalangi oleh
sirfah, maka kalam Allah itu tidak mukjizat. Melainkan sirfah itulah yang
mukjizat.
Dengan demikian, kalam tersebut
tidak mempunya kelebihan apapun atas kalam yang lain. Namun begitu, pendapat tentang sirfah ini
batil dan ditolak oleh Al-Qur’an yang disebutkan dalam firmannya Q.S. Al-Isra
ayat 88.[3]
2.
Golongan para
ulama dari kalangan ahli bahasa Arab berpendapat Al-Qur’an itu mukjizat dengan
balaghahnya yang mencapai tingkat tinggi dan tidak ada bandingannya.
3.
Pendapat yang
lain mengatakan kemukjizatan Al-Qur’an itu ialah karena ia mengandung badi’
yang sangat unik dan berbeda dengan apa yang telah dikenal dalam perkataan
orang Arab seperti fashilah dan maqta.
4.
Golongan lain
berpendapat bahwa kemukjizatan Al-Qor’an itu terletak pada pemberitaannya
tentang hal-hal gaib yang kan datang yang tidak dapat diketahui kecuali dengan
wahyu. Dan pemberitaanya tentang hal-hal yang sudah terjadi sejak masa
penciptaan makhluk yang tidak mungkin dapat diterangkan oleh seorang ‘ummy yang
tidak pernah berhubungan dengan Al-Kitab. Namun pendapat ini tergolong mardud.
5.
Yang lainnya
mengatakan Al-Qur’an itu mukjizat karena mengandung berbagai macam ilmu dan
hikmah yang sangat dalam.
3. ASPEK-ASPEK KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN
Mukjizat
Al-Qur’an itu sebenarnya sangat banyak. Akan tetapi, dalam uraian ini, kami
hanya akan membahas tiga aspek kemukjizatan Al-Qur’an, yaitu:
Aspek Bahasa
Al-Qur’an
sebagai mukjizat yang terbesar diturunkan dengan menggunakan susunan bahasa
yang sangat tinggi nilai kesusastraannya. Bahasa yang dapat mengungguli segala
bentuk susunan bahasa kesusastraan apapun.Menurut para ahli bahasa Arab,
perbandingan antara Bahasa Arab pada umumnya dengan bahasa yang ada di dalam
Al-Qur’an ibarat seekor semut yang berdiri di hadapan raksasa. Dapat dilihat
dalam sejarah betapa banyaknya orang yang ahli dalam Bahasa Arab, mereka
menyelidiki dan menggali Al-Qur’an itu dari sudut bahasa. Mereka tidak dapat
berbuat apa-apa selain menyatakan kelemahan dan kekurangan ilmu yang mereka
miliki. Sejarah mencatat bahwa letak kelemahan orang ialah dari segi bahasa.
Tidaklah mengherankan bila dikatakan demikian.
Orang Arab
tidak mempunyai kalam yang mencakup fashahah, gharabah (keanehan), rekayasa
yang indah, makna yang halus, faidah yang melimpah, hikmah yang meruah,
keserasian balaghah, dan keterampilan bara’ah sebanyak dan dalam kadar seperti
itu. kata-kata hikmah mereka hanyalah beberapa patah kata dan sejumlah lafadz.
Dan para penyairnya pun hanya mampu menggubah beberapa buah qasidah. Itupun
mengandung kerancuan dan kontradiksi serta pemaksaan dan kekaburan. Sedangkan
Al-Qur’an yang sedemikian banyak dan panjang kefashahannya senantiasa indah dan
serasi.
Aspek ilmiah
Diantara
beberapa keistimewaan isi kandungan Al-Qur’an ialah terdapatnya suatu
keistimewaan yang sangat memperhatikan akal pikiran manusia dalam segala hal,
baik aqidah, akhlaq, kewajiban, perintah, larangan dan sebagainya. Yang
demikian ini tidak hanya ditinjukan secara sepintas dalam rangkaian ayat,
melainkan dalam berbagai tempat datang secara pasti dan tegas, baik lafadz
maupun maknanya. Dorongan yang menggugah akal pikiran manusia menggunakannya
berulang-ulang, tidak hanya dalam satu arti seperti kita ketahui dalam
buku-buku psikologi atau lainnya, tetapi mengandung beberapa fungsi manusia dan
ciri-cirinya dalam berbagai kondisi dan situasi.
Sayangnya
kebanyakan orang ingin menyelidiki hal-hal yang terkandung di dalam Al-Qur’an
itu dengan penyelidikan ilmiah. Maka timbulah pendapat-pendapat baru yang masih
diragukan dalam menempatkannya tujuan perkataan yang terkandung dalam ayat.
Mereka mentakwilkannya dengan apa yang sesuai dengan selera mereka.
Kemukjizatan
ilmiah Al-Qur’an bukanlah terletak pada pencakupannya akan teori-teori ilmiah
yang selalu baru dan berubah serta merupakan hasil usaha manusia dalam
penelitian dan pengamatan. Tetapi kemukjizatan ilmiah AlQur’an itu terletak
pada dorongannya untuk berpikir dan menggunakan akal. Al-Qur’an mendorong
manusia agar memperhatikan dan memikirkan alam atau menghalanginya dari
penambahan ilmu pengetahuan yang dapat dicapainya.
Adalah
benar bahwa Al-Qur’an inilah yang mendorong untuk berpikir secara benar.
Disamping itu tidak ada ayat yang bertentangan mengenai keadaan dalam segala
hal. Sekarang, ilmu pengetahuan sudah maju dan banyak masalah-masalah yang
dipecahkan, namun tidak satu pun yang bertentangan. Disamping itu, ayat-ayat
Al-Qur’an sendiri yang mengatakan bahwa Al-Qur’an itu adalah I’jaz.
Hakikat
Al-Qur’an adalah hakikat yang terakhir, pasti dan mutlak. Adapun membahasan
insani tidak akan berkesudakan dan tidak pasti, yaitu hakikat yang tidak
berkesudahan dan tidak putus-putusnya. Dikaitkan kepada batas-batas
percobaan-percobaan dan tindak tanduk dalam melakukan percobaan itu berikut
alat-alat yang dipergunakan. Diantara kesalahan metode yang dilakukan ilmiah,
dengan peraturan metode insani itu sendiri, menyangkutkan hakikat terakhir yang
berkenaan dengan Al-Qur’an, dengan hakikat yang tidak berkesudahan, yaitu
segala apa yang dihubungkan kepadanya oleh ilmu pengetahuan.
Al-Qur’an
menggugah dan mendorong manusia untuk mempergunakan akal pikirannya sebagai
cara pendekatan langsung untuk mengenal keesaan Allah, yaitu ketika pertama
kali Malaikat Jibril membacakan wahyu yang pertama diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW dengan mengulang kata “iqra” sebanyak tiga kali. Sehingga dapat
dikatakan bahwa Al-Qur’an benar-benar membimbing akal pikiran manusia untuk
memperhatikan ayat-ayat Allah yang terpampang di hadapan manusia, sebab dengan
diulangnya kata “iqra” sebanyak tiga kali itu mengandung pengertian “bacalah
firman-firman Allah”, “bacalah ayat-ayat Allah yang ada dalam dirimu”, “bacalah
alam sekitar”
Aspek Tasyri
Al-Qur’an
membukakan contoh yang baik yang disukai orang menurut ajaran agama. Seperti
bersifat sabar, benar, adil, ihsan, pengasih, pemaaf, dan bersikap rendah hati.
Dari mendidik pribadi, Islam berpindah kepada pembinaan keluarga rumah tangga.
Karena rumah tangga itu merupakan butir-butir masyarakat.
Sudah
itu, datang peraturan hukum yang mengatur masyarakat muslim. Al-Qur’an
menetapkan peraturan pemerintah Islam, yaitu pemerintah yang berdasarkan
musyawarah dan persamaan serta mencegah kekuasaan pribadi. Yaitu pemerintah
yang berdiri di atas keadilan mutlak yang tidak terpengaruhi dengan cinta atau
kasih kepada kerabat karib atau orang-orang yang terkemuka dalam masyarakat. Begitu
juga keadilan tidak boleh terpengaruh oleh nafsu ingin membalas demdam terhadap
musuh.
Dalam
pemerintahan Islam, tasyri itu tidak boleh ditinggalkan. Al-Qur’an telah
menetapkan, bila keluar dari tasyri Islam itu hukumnya adalah kafir, dzalim dan
fasik. Al-Qur’an menetapkan ada lima perkara yang sangat di butuhkan oleh
kehidupan manusia, yaitu: Agama
Jiwa
Harga diri
Harta benda
Akal
Dari lima
perkara diatas, disusun sanksi-sanksi hukum yang berdasarkan Al-Qur’an dan
hadits. Dan ini dapat dilihat dalam fiqh al-Islam yang bersangkut dengan
jinayah dan hudud. Al-Qur’an menetapkan hubungan negara dalam perang dan damai
diantara negara Islam dengan negara tetangganya dalam mengadakan perjanjian.
Yaitu meningkatkan pergaulan peradaban secara kemanusiaan.
Al-Qur’an
itu adalah undang-undang dasar tasyri yang sempurna mengatur kehidupan manusia
dalam bentuk yang lebih baik dan lebih tinggi nilainya dan melindungi
peraturan-peraturan lain berkaitan dengan tidak mampu ditandingi oleh ilmu
pengetahuan dan oleh bahasa untuk selama-lamanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Charisma Moh Chadziq, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, Surabaya:
Bina Putra,1991.
Qathan Manna Khalil, Studi Ilmu Al-Qur’an, Bogor: Citra Antar
Nusa, 2009.
0 komentar:
Posting Komentar