menurut catata
badri yatim, kehadiran dinasti Buwaihiyah tidak lepas dari adanya tiga
bersaudara yang merupakan putra dari Syuja’ Buwaih, yaitu ali, hasan, dan
ahmad.[1]
Syuja’ sendiri merupakan seorang pencari ikan/ nelayan kecil yag tinggal di
daerah dailam, dengan kondisi ekonomi yang demikian, ketiga putra syuja’
memasuki dinas kemiliteran yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezki.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan ketiga putra
syuja’ memasuki dinas kemiliteran pada awalya
hanya bermotif ekonomi semata.
Ali, hasan dan
ahmad memulai karir pegabdiannya kepada dinasti samaniyah, dan kemudia berpindah
ke Mardawij, seorang yang mirip dengan mereka, yang ketika memimpin sebuah
balatentara yag cukup besar kemudian mencoba mendudukan dirinya sebagai penguasa
independen.[2]namun
dalam catata bardi yatim, sebelum ketiganya bergabug dengan mardawij, mereka
sempat berada di bawah komando makan ibn ali, salah seorag panglima perang
daerah dailam.[3]
Karena prestasi mereka, mardawij mengangkat ali mejadi gubernur al-kharaj, dan kedua saudaranya diberi
kedudukan penting lainnya. Dari kharaj itulah ekspansi pasukan ali berhasil menaklukan
daerah-daerah di Persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahannya.
Ketika mardawij meninggal tahu 943, ali telah berkuasa di isfahan yang ketika
itu ia juga sedang berusaha membuat dirinya indepeden. Hal ini terbukti ketika
ali berusaha mendapat legalisasi dari kholifah abbasiyah, dan mengirim sejumlah
uang untuk perbendaharaan Negara. Selain itu ketiga bersaudara ini tetap
melakukan perluasan wilayah mereka sampai sebagian besar daerah Persia sebelah
barat dan barat daya . terutama ahmad (
saudara termuda) yag berada di khurzista dan al-ahwaz, daerah yang berbatasan
dengan daerah sebelah timur basrah yang nantinya datang ke bagdad atas undangan
pemimpin-pemimpin militer dinasti abbasiyah untuk menyelesaikan perebutan
jabatan amirul umara yag saling berebut antara para pemimpin militer dan para
wazir. Dan Pada tahun 945, setelah kematian jendral tuzun, ahmad memasuki
Baghdad dan memulai kekuasaan dinasti buwaihiyah atas kholifah abbasiyah .
gelar muiz ad- daulah diperolehnya dari kholifah.[4]
Masa
Pemerintahan Dinasti Buwaihiyah ( 945- 1055 M)
Muiz ad-
daulah memerintah di Baghdad selama 24
tahun, sementara di timur kedua
saudaranya memperluas daerah yag mereka kuasai. Pada tahu 949 ali ( yag
memiliki gelar imad ad-daulah) meninggal dan digantikan oleh adud ad-daulah (
putra ruk ad-daulah/ hasan). Muiz bekerja keras utuk memulihka ketentraman di
Irak. Ketika ketertiban telah dipulihkan dia mulai memperbaiki
kerusakan-kerusakan yang diderita Baghdad selama kerusuhan-kerusuhan selam dua
belas tahun belakangan.
Selai itu, muiz
juga melakukan serangkaian peperangan dengan golongan hamdani dari mosul dan
juga melawan kaum Qaramithah dan omani yang berusaha untuk merebut bashrah .
perlu dicatat bahwa mejelang akhir pemeritahannya, muiz mengeluarka isyarat
mendukung kaum syiah, seperti pengutukan terhadap muawiyah di muka umum, memerintahkan
belasungkawa terhadap kematian al- husain pada tanggal 10 muharram, hal inilah
yang dipandan oleh banyak kalangan sebagai syi’isme yang dilakukan golongan
buwaihiyah.
Sepeninggal
muiz, putranya izz ad- daulah ditunjuk sebagi penggantinya, namun karakter
kepemimpinannya sangat berbanding terbalik dengan ayahnya. Orang ini suka
bersenang-senang dan menyerahkan segala
urusan pemerintahan kepada para wazir, yang dipilih tidak cermat. Sehingga yag
mucul adalah kerusuhan dan lepasnya beberapa wilayah kekuasaannya. Melihat kondisi seperti ini, adud ad-daulah, meminta
izin kepada ayahnya, rukn ad-daulah utuk membantu izz ad-daulah, sehingga pada
tahun 975 di berhasil menjadikan Baghdad satabil. Tetapi, tiga bulan setelah
itu, adud memaksa izz ad-daulah untuk meletkkan jabatannya, akan tetapi hal ini ditentang oleh ayahya, rukn
ad-daulah. Dan pada akhirnya pun setelah rukn ad-daulah meninggal, adud kembali
melancarkan rencananya yang sempat tertunda, sehingga terjadi pertempuran di samara dan izz ad-daulah pun mati
terbunuh. Dengan ini, adud pun menjadi penguasa dinasti buwaihiyah.
Masa
pemerintahan adud ad-daulah merupakan puncak kejayaan dinasti buwaihiyah, Ia
berhasil menguasai wilayah-wilayah mereka yang sempat lepas, posisinya ditandai
oleh hak-hak istimewa yang berlaku waktu itu, misalnya menikahi puteri kholifah
dan memiliki gelar kehormatan kedua yaitu taj al-millah. Maka pada saat kematiaannya,
adud telah berhasil menguasai apa yang layak disebut sebagai suatu kemaharajaan
, walau kemaharajaan itu akan terkoyak begitu dia meninggal.
Sepeninggal
adud, para pemimpin buawaih disibukkan dengan konflik internal kerajaan. Hal
inilah yang nantinya membawa kepada jurang kehancuran. Boswort mencatat,
setidaknya ada delapan raja yang memimpin dinasti buwaihiyah setelah adud,[5]dan raja yang terakhir memimpin ialah al-malik
al-rahim. Ketika al-malik al-rahim memimpin, kekuasaannya dirampas oleh arselan
al-basasiri yag merupakan panglimanya sendiri. Dengan kekuasaan yang ada di
tangannya, al-basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap al-malik dan kholifah
al-qoim. Hal inilah yng mendorog khalifah atas bujukan wazir kholifah, ibn
al-muslimah untuk megundang tughril bek ke Baghdad untuk membantu. Tughril bek
akhirnya memasuki Baghdad pada tanggal 19 desember 1055 dan akhirnya al-malik
dipenjarakan. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti buwaihiyah.
Secara lebih
rinci, factor-faktor yang membawa kehancuran dinasti buwaihiyah yaitu:
Factor intern, pertama,
terjadinya perebutan jabatan amirul umara’ di antara putra amir dinati
buwaihiyah, kedua, pertentangan antara tentara golongan turki dan
golongan dailam.
Faktot ekster, pertama,
banyaknya dinasti-dinasti kecil yang lepas dari buwaihiyah, kedua,datangnya
pasukan Seljuk ke Baghdad yang dipimpin oleh tughril bek, dan lain-lain
Kontribusi Dinasti Buwaihiyah
Selama lebih
dari seratus tahun dinasti Buwaihiyah
berkuasa, dalam sejarahnya dinasti ini memeiliki kontribusi yang besar terhadap
dunia islam, diantaranya:
Terhimpunnya
kembali wilayah-wilayah yang memerdekakan diri ke dalam kekhilafahan abbasiyah
Berkembang dan
majunya ilmu pengetahuan dan kesusasteraan. Hal ini terbukti dengan munculnya
ilmuwan-ilmuwan besar, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibn Maskawaih, Abul Faraj
al- Isfahani dan lain-lain.
Jasa buwaihiyah
juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, masjid-masjid, beberapa rumah
sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya.[6]
Selain
kontribusi di atas, Bosworth mencatat, bahwa dinasti Buwaihiyah memiliki
kontribusi yang cukup besar dalam bidang teologi Khususnya Faham Syiaha, yaitu
terjadinya sistematisasi dan intelektualisasi teologi Syiah.[7]
Daftar Pustaka
Bosworth, G. E.
Dinasti-Dinasti Islam. Ter..
Maryam, Siti
DKK. Sejarah Peradaban Islam ( dari Masa Klasik hingga Modern).
cet. iii. Yogyakarta: Lesfi, 2009.
Watt, W.
Montgomery. Kejayaan Islam ( Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis).
Ter.Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Yatim, Badri.
Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II). Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2007.
[1]Badri Yatim,. Sejarah Peradaban
Islam ( Dirasah Islamiyah II). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
hlm. 69
[2]W.
Montgomery Watt. Kejayaan Islam ( Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis).
(Ter.Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm 202
[3]
Yatim. Sejarah.. hlm 69
[4] Siti Maryam, dkk. Sejarah
Peradaban Islam ( dari Masa Klasik hingga Modern). (cet. iii.
Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 113.
[5]
Boswort hlm 121-122
[6]
Yatim, Sejarah….hlm 70-71
[7]
Bosworth. Dinasti-dinasti…hlm, 123.
0 komentar:
Posting Komentar