Kamis, 17 Januari 2013

Dinasti Buwaihiyah




Asal-usul Dinasti  Buwaihiyah
menurut catata badri yatim, kehadiran dinasti Buwaihiyah tidak lepas dari adanya tiga bersaudara yang merupakan putra dari Syuja’ Buwaih, yaitu ali, hasan, dan ahmad.[1] Syuja’ sendiri merupakan seorang pencari ikan/ nelayan kecil yag tinggal di daerah dailam, dengan kondisi ekonomi yang demikian, ketiga putra syuja’ memasuki dinas kemiliteran yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezki. Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa keterlibatan ketiga putra syuja’ memasuki dinas kemiliteran pada awalya  hanya bermotif ekonomi semata.
Ali, hasan dan ahmad memulai karir pegabdiannya kepada dinasti samaniyah, dan kemudia berpindah ke Mardawij, seorang yang mirip dengan mereka, yang ketika memimpin sebuah balatentara yag cukup besar kemudian mencoba mendudukan dirinya sebagai penguasa independen.[2]namun dalam catata bardi yatim, sebelum ketiganya bergabug dengan mardawij, mereka sempat berada di bawah komando makan ibn ali, salah seorag panglima perang daerah dailam.[3] Karena prestasi mereka, mardawij mengangkat ali mejadi gubernur  al-kharaj, dan kedua saudaranya diberi kedudukan penting lainnya. Dari kharaj itulah ekspansi pasukan ali berhasil menaklukan daerah-daerah di Persia dan menjadikan Syiraz sebagai pusat pemerintahannya. Ketika mardawij meninggal tahu 943, ali telah berkuasa di isfahan yang ketika itu ia juga sedang berusaha membuat dirinya indepeden. Hal ini terbukti ketika ali berusaha mendapat legalisasi dari kholifah abbasiyah, dan mengirim sejumlah uang untuk perbendaharaan Negara. Selain itu ketiga bersaudara ini tetap melakukan perluasan wilayah mereka sampai sebagian besar daerah Persia sebelah barat  dan barat daya . terutama ahmad ( saudara termuda) yag berada di khurzista dan al-ahwaz, daerah yang berbatasan dengan daerah sebelah timur basrah yang nantinya datang ke bagdad atas undangan pemimpin-pemimpin militer dinasti abbasiyah untuk menyelesaikan perebutan jabatan amirul umara yag saling berebut antara para pemimpin militer dan para wazir. Dan Pada tahun 945, setelah kematian jendral tuzun, ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan dinasti buwaihiyah atas kholifah abbasiyah . gelar muiz ad- daulah diperolehnya dari kholifah.[4]
Masa Pemerintahan Dinasti Buwaihiyah ( 945- 1055 M)
Muiz ad- daulah  memerintah di Baghdad selama 24 tahun, sementara  di timur kedua saudaranya memperluas daerah yag mereka kuasai. Pada tahu 949 ali ( yag memiliki gelar imad ad-daulah) meninggal dan digantikan oleh adud ad-daulah ( putra ruk ad-daulah/ hasan). Muiz bekerja keras utuk memulihka ketentraman di Irak. Ketika ketertiban telah dipulihkan dia mulai memperbaiki kerusakan-kerusakan yang diderita Baghdad selama kerusuhan-kerusuhan selam dua belas tahun belakangan.
Selai itu, muiz juga melakukan serangkaian peperangan dengan golongan hamdani dari mosul dan juga melawan kaum Qaramithah dan omani yang berusaha untuk merebut bashrah . perlu dicatat bahwa mejelang akhir pemeritahannya, muiz mengeluarka isyarat mendukung kaum syiah, seperti pengutukan terhadap muawiyah di muka umum, memerintahkan belasungkawa terhadap kematian al- husain pada tanggal 10 muharram, hal inilah yang dipandan oleh banyak kalangan sebagai syi’isme yang dilakukan golongan buwaihiyah.
Sepeninggal muiz, putranya izz ad- daulah ditunjuk sebagi penggantinya, namun karakter kepemimpinannya sangat berbanding terbalik dengan ayahnya. Orang ini suka bersenang-senang dan  menyerahkan segala urusan pemerintahan kepada para wazir, yang dipilih tidak cermat. Sehingga yag mucul adalah kerusuhan dan lepasnya beberapa wilayah kekuasaannya. Melihat  kondisi seperti ini, adud ad-daulah, meminta izin kepada ayahnya, rukn ad-daulah utuk membantu izz ad-daulah, sehingga pada tahun 975 di berhasil menjadikan Baghdad satabil. Tetapi, tiga bulan setelah itu, adud memaksa izz ad-daulah untuk meletkkan jabatannya, akan  tetapi hal ini ditentang oleh ayahya, rukn ad-daulah. Dan pada akhirnya pun setelah rukn ad-daulah meninggal, adud kembali melancarkan rencananya yang sempat tertunda, sehingga terjadi pertempuran  di samara dan izz ad-daulah pun mati terbunuh. Dengan ini, adud pun menjadi penguasa dinasti buwaihiyah.
Masa pemerintahan adud ad-daulah merupakan puncak kejayaan dinasti buwaihiyah, Ia berhasil menguasai wilayah-wilayah mereka yang sempat lepas, posisinya ditandai oleh hak-hak istimewa yang berlaku waktu itu, misalnya menikahi puteri kholifah dan memiliki gelar kehormatan kedua yaitu taj al-millah. Maka pada saat kematiaannya, adud telah berhasil menguasai apa yang layak disebut sebagai suatu kemaharajaan , walau kemaharajaan itu akan terkoyak begitu dia meninggal.
Sepeninggal adud, para pemimpin buawaih disibukkan dengan konflik internal kerajaan. Hal inilah yang nantinya membawa kepada jurang kehancuran. Boswort mencatat, setidaknya ada delapan raja yang memimpin dinasti buwaihiyah setelah adud,[5]dan  raja yang terakhir memimpin ialah al-malik al-rahim. Ketika al-malik al-rahim memimpin, kekuasaannya dirampas oleh arselan al-basasiri yag merupakan panglimanya sendiri. Dengan kekuasaan yang ada di tangannya, al-basasiri berbuat sewenang-wenang terhadap al-malik dan kholifah al-qoim. Hal inilah yng mendorog khalifah atas bujukan wazir kholifah, ibn al-muslimah untuk megundang tughril bek ke Baghdad untuk membantu. Tughril bek akhirnya memasuki Baghdad pada tanggal 19 desember 1055 dan akhirnya al-malik dipenjarakan. Dengan demikian berakhirlah kekuasaan dinasti buwaihiyah.
Secara lebih rinci, factor-faktor yang membawa kehancuran dinasti buwaihiyah yaitu:
Factor intern, pertama, terjadinya perebutan jabatan amirul umara’ di antara putra amir dinati buwaihiyah, kedua, pertentangan antara tentara golongan turki dan golongan dailam.
Faktot ekster, pertama, banyaknya dinasti-dinasti kecil yang lepas dari buwaihiyah, kedua,datangnya pasukan Seljuk ke Baghdad yang dipimpin oleh tughril bek, dan  lain-lain
Kontribusi  Dinasti Buwaihiyah
Selama lebih dari  seratus tahun dinasti Buwaihiyah berkuasa, dalam sejarahnya dinasti ini memeiliki kontribusi yang besar terhadap dunia islam, diantaranya:
Terhimpunnya kembali wilayah-wilayah yang memerdekakan diri ke dalam kekhilafahan abbasiyah
Berkembang dan majunya ilmu pengetahuan dan kesusasteraan. Hal ini terbukti dengan munculnya ilmuwan-ilmuwan besar, seperti al-Farabi, Ibnu Sina, Ibn Maskawaih, Abul Faraj al- Isfahani dan lain-lain.
Jasa buwaihiyah juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, masjid-masjid, beberapa rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya.[6]
Selain kontribusi di atas, Bosworth mencatat, bahwa dinasti Buwaihiyah memiliki kontribusi yang cukup besar dalam bidang teologi Khususnya Faham Syiaha, yaitu terjadinya sistematisasi dan intelektualisasi teologi Syiah.[7]

Daftar Pustaka
Bosworth, G. E. Dinasti-Dinasti Islam. Ter..
Maryam, Siti DKK. Sejarah Peradaban Islam ( dari Masa Klasik hingga Modern). cet. iii. Yogyakarta: Lesfi, 2009.
Watt, W. Montgomery. Kejayaan Islam ( Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis). Ter.Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.



[1]Badri Yatim,. Sejarah Peradaban Islam ( Dirasah Islamiyah II). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007) hlm. 69
[2]W. Montgomery Watt. Kejayaan Islam ( Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis). (Ter.Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm 202
[3] Yatim. Sejarah.. hlm 69
[4] Siti Maryam, dkk. Sejarah Peradaban Islam ( dari Masa Klasik hingga Modern). (cet. iii. Yogyakarta: Lesfi, 2009), hlm. 113.
[5] Boswort hlm 121-122
[6] Yatim, Sejarah….hlm 70-71
[7] Bosworth. Dinasti-dinasti…hlm, 123.

0 komentar:

Posting Komentar