Kamis, 17 Januari 2013

Ideologi Marxisme



A.  Munculnya Marxisme
Ideologi Marxisme muncul dari kreativitas pemikir Karl Marx dan Frederick Engels, yang sangat setia menjembatani teori materialis Marxis dengan saintis. Dari perspektif falsafi, pijakan pemikiran marxisme berdiri di atas materialis ateistik, ketidak percayaan akan adanya tuhan, kontradiksi dengan yang diyakini oleh agamawan.
Dalam pandangan Marxis, materi adalah tuhan itu sendiri, tiada yang mempunyai kekuatan dalam penciptaan kecuali materi, Marxisme adalah Materialisme. Maksudnya, Marxisme dimulai dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas, dan materilah yang membentuk akal, bukan sebaliknya. Kesemuanya itu sangat terpengaruh oleh ideologi Hegel dan juga Feurbach.
Dari adopsi keduanya mengasilkan produk marxisme komunis yang berdiri di atas teori pokok materialis dialektik yang menyatakan bahwa, materi lebih dulu ada dari akal supranatural. Hanya materilah yang merupakan esensi awal pencipta dari segenap wujud, kemudian berevolusi menggunakan teori hukum dialektika internal menuju kehidupan nabati, berevolusi lagi menuju kehidupan hewani, kemudian insani dan, pada akhirnya menciptakan karya terbesar yang mampu membedakan manusia dengan wujud lain, terciptalah logika. Bermula dari materi dan berhenti pada titik ahir logika untuk saat ini.
Bukan hanya dari falsafi pendahulu teori Marxis muncul, lebih dari itu bahkan dalam sudut pandang materialis, penafsiran akan sejarah peradaban manusia merupakan danpak dari ekonomi material dan menghasilkan sengketa konflik dua realita sosial, masarakat borjuis dan proletarian. Pada umumnya Marxisme muncul mengambil bentuk dari tiga akar pokok, Salah satu dari akar itu ialah analisis Marx tentang politik Prancis, khususnya revolusi borjuis di Prancis tahun 1790-an, dan perjuangan-perjuangan kelas berikutnya diawal abad ke-19. Akar lain dari Marxisme adalah apa yang disebut ‘ekonomi Inggris’, yaitu analisis Marx tentang sistem kapitalis seperti yang berkembang di Inggris. Akar ketiga dari Marxisme, yang menurut catatan sejarahnya merupakan titik permulaan Marxisme, adalah ‘filsafat Jerman’. Dari analisa Marx menyatakan bahwa “Bukan kesadaran sosial yang menentukan kenyataan sosial, melainkan kenyataan sosial yang menentukan kesadaran.” Senada dengan yang dikatakan Angels “Pikiran tidak menciptakan materi, namun materilah yang menciptakan pikiran.” Makanya untuk mengerti dan mendefinisikan sebuah filfasat, teori ataupun ideologi, menurut Marxis perlu menganalisis “kenyataan sosial” yang merupakan dasar filsafat tersebut. Marxisme mewakili pertentangan yang sistematis dan fundamental dengan idealisme dalam segala bentuknya, dan perkembangan Marxisme mencerminkan suatu pemahaman materialis tentang apa yang tengah terjadi dalam realitas (kenyataan). Jelasnya Marxis terlahir sebagai wujud pembelaan pada kaum buruh yang tertindas kapitaslis.
Dengan demikian, Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dll. Atau dengan kata lain Marxisme terlahir dari perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, dan juga mewujudkan opsesi kemenangan gerakan sosialis. Maka Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek.


B.  Materi Dalam Tinjauan Marxisme
Membahas Marxisme tidak luput dari pembahasan materi, karena ideologi Marxisme itu sendiri berdiri di atas teori Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kesemuanya itu dapat terangkum dari beberapa poin penting; Pertama: materi lebih dulu ada dari pada ruh spiritual atau logika. Materi yang menciptakan pikiran dan segala sesuatu yang dikatakan berasal dari pikiran (misalnya ide-ide tentang seni, hukum, politik, moralitas, dan sebagainya bahkan agama), hal-hal ini pada kenyataannya berasal dari dunia material. ‘Akal’, yaitu pikiran dan proses berpikir, adalah sebuah produk dari otak; dan otak itu sendiri, yang berarti juga ide-ide, muncul pada suatu tahap tertentu dari perkembangan materi hidup. Jadi, akal adalah produk dari dunia material, hal ini jelas kontaradiksi dengan aliran idealisme. Kedua: tatasurya bukan merupakan kreasi cipta tuhan. Maka tiada kata tuhan pencipta alam dalam kamus materialis. Ketiga: alam semesta tidak memerlukan kekuatan keluar dari kebiasaan alam dan kekuatan yang mengaturnya di luar alam itu sendiri, dengan begitu, alam materi mengatur dirinya sendiri melalui proses revolusi tanpa henti, proses ini tertuang dengan hukum-hukum alam saintis empiris. Dan proses evolusi ini juga terjadi pada tatanan sosial masyarakat.
Lantas adakah perbedaan antara Materialisme Marxisme dengan teori Materialis klasik “hylozois” (dari bahasa Yunani, yang berarti “mereka yang percaya bahwa materi itu hidup)? Pernyataan penting yang diajukan oleh para Marxisme bahwa, Materialisme Marxis barbeda jauh dengan bentuk Materialisme klasik. Marx dan Engels sendiri memberikan catatan kesalahan pada ideologi material klasik. Pertama: teori Materialisme klasik tidak berlandaskan kebenaran ilmu kimia dan biologi. Kedua: teori revolusi klasik tidak manembus dimensi hidup secara total, namun hanya mencakup dalam proses revolusi materi belaka. Ketiga: paham Materialisme klasik tidak memahami manusia sebagai kumpulan dari hasil hubungan sosial, akan tetapi memahaminya sebatas pemahaman yang abstrak, dan tidak obyektif.
1.      Dialektika Materialis
Para Materialisme Marxis berupaya keras untuk menemukan dalil logika, guna memperkuat pemahaman yang menjelaskan kenyataan bahwa benda-benda, kehidupan, dan masyarakat, berada dalam keadaan bergerak dan perubahan yang konstan. Dan bentuk logika itu, tentu saja adalah dialektika. Dalam istilah Marx, dialektika diartikan sebagai ilmu hukum pergerakan, baik di alam realitas empiris, ataupun dalam ide pikiran manusiawi. Bisa diartikan dialektika secara sederhana adalah logika gerak, atau logika pemahaman umum dari para aktivis dalam gerakan.
Kandungan dari hukum dialektika itu sendiri tersusun dari tiga hal, secara singkat adalah:
a.       Hukum transformasi dari kuantitas menuju kualitas dan vice versa.
Hukum ini menyatakan bahwa proses-proses perubahan –gerak di alam semesta– tidaklah perlahan (gradual), dan juga tidak setara. Periode-periode perubahan yang relatif gradual atau perubahan kecil selalu diselingi dengan periode-periode perubahan yang sangat cepat –perubahan semacam ini tidak bisa diukur dengan kuantitas, melainkan hanya bisa diukur dengan kualitas. Penjelasan rinci yang dimaksudkan dalam teori revolusi kuantitas menjadi kualitas adalah bahwa dalam materi dengan suatu cara yang secara tepat ditetapkan untuk setiap kasus individual, perubahan-perubahan kualitatif hanya dapat terjadi oleh penambahan kuantitatif atau pengurangan kuantitatif dari materi atau gerak (yang dinamakan energi). Masing-masing materi yang kapasitas kualitatifnya berbeda, berlandaskan pada perbedaan-perbedaan komposisi (susunan) kimiawi atau pada kuantitas- kuantitas atau bentuk-bentuk gerak (energi) yang berbeda-beda atau hampir pada kedua-duanya (kualitatif dan kualitatif). Oleh karena itu tidak memunginkan mengadakan perubahan kualitas suatu materi kecuali menambah/mengurangi materi atau gerak, yaitu tanpa perubahan sesuatu yang bersangkutan itu secara kuantitatif. Sebagai contoh temperatur suhu air, pertama-tama sesuatu yang tidak ada artinya dalam hubungan likuiditasnya, betapapun dengan peningkatan atau pengurangan suhu air cair (hanya perubahan kuantitatif), akan tetapi ada suatu titik di mana keadaan kohesi ini berubah dan air itu diubah menjadi uap atau es(perubahan ke kualititatif).
Bukan hanya saintis dialektika digunakan, namun Marxisme menggunakan teori logika ini lebih luas lagi, perkembangan species pun menggunakan teori ini di mata mereka, sampai-sampai teori ini menjadi motor dalam benak yang merubah kondisi masyarakat dari sistem yang terbelakang (kacau balau) menuju sistem sosialis, revolusionis. seperti peralihan dari sistem feodal menuju kapital, dan dari kapitalis menuju sosialis.
b.       Hukum interpenetration of opposites
Teori hukum dialektika yang satu ini secara cukup sederhana bisa diartikan bahwasannya proses-proses perubahan revolusi terjadi karena adanya kontradiksi-kontradiksi– karena konflik-konflik yang terjadi di antara elemen-elemen yang berbeda, yang melekat dalam semua proses alam materi maupun sosial. Yang dimaksud kontradiktisi dalam pendangan Marxis terbagi menjadi tiga hal. Pertama: kontradiktif dalam satu hukum. Mustahil dua hal yang berlawanan sama-sama benar dan sama bohong dalam satu tempat dan waktu. Oleh karena itu hanya satu dari kontradiktisi itu yang dibenarkan, dan yang lain disalahkan (bohong). Saya ateis dan saya juga bukan ateis. Kedua: kontradiksi internal, kontradiksi terjadi antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam satu perangkat kesatuan. Lenin mancontohkan dengan kutub selatan dan utara pada gaya hukum magnetik. Atau min-plus pada arus listrik. Ketiga: kontradiksi eksternal. Maksudnya perbedaan antara sesuatu dengan yang lain memiliki perbedaan hakekat. Seperti matahari dan tumbuhan. Dua bentuk kontradiksi di atas (internal dan ekternal) memainkan peran yang sangat penting dalam perjalanan teori revolusi. Tipe kedua dikatakan primer dan yang ketiga dikatakan sekunder.
Sebagai contoh dari hukum interpenetration of opposites adalah energi elektromagnetik, menjadi bergerak akibat dorongan positif dan negatif atas satu sama lain, eksistensi kutub utara dan kutub selatan. Hal-hal ini tidak bisa eksis secara terpisah (sendiri-sendiri). Mereka eksis dan beroperasi justru akibat kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain (- dan +) yang ada dalam sistem. Hal yang serupa bahwa setiap masyarakat saat ini terdiri atas elemen-elemen berbeda yang bertentangan, yang bergabung bersama dalam satu sistem, yang membuat mustahil bagi masyarakat apapun, di negeri manapun untuk tetap stabil dan tak berubah. Metode dialektis hukum ke dua ini mengidentifikasi (mengenali) kontradiksi-kontradiksi ini dan dengan demikian berarti mempelajari serta menyingkap secara mendalam perubahan internal yang sedang terjadi. Beda halnya dengan hukum pertama yang menyingkap tentang rahasia peralihan kualitatif pada sesuatu.
c.        Hukum negasi dari negasi.
‘Negasi’ dalam hal ini secara sederhana berarti gugurnya sesuatu, kematian suatu benda karena ia bertransformasi (berubah) menjadi benda yang lain. Sebagai contoh, perkembangan masyarakat kelas dalam sejarah kemanusiaan menunjukkan negasi (gugurnya) masyarakat sebelumnya yang tanpa-kelas. Jadi, hukum negasi dari negasi secara sederhana menyatakan bahwa seiring munculnya suatu sistem (menjadi ada/eksis) baru, maka ia akan memaksa sistem lainnya yang lama untuk sirna (mati) digantikan oleh sistem yang baru tersebut. Tetapi, ini bukan berarti bahwa sistem yang kedua (yang baru) ini bersifat permanen atau tak bisa berubah. Sistem yang kedua itu sendiri, menjadi ter-negasi-kan akibat perkembangan-perkembangan lebih lanjut dan proses-proses perubahan dalam masyarakat. Urgensi  pentingnya hukum ini adalah mampu menciptakan dan menafsirkan perubahan bentuk ke yang lebih baik, dan bentuk inipun tidak menutup kemungkina akan berubah.
Contoh studi kasus sosial ekonomi, adanya bentuk sistem kapitalis mengharuskan lenyapnya sistem buruh iduvidual dalam penguasaan pengaturan produksi. Berkuasanya kapitalis manghilangkan kepemilikan kaum buruh kecil. Kemudian datang sosialis memberangus pengusaan kapitalis dalam perindustrian dan mengembalikan pengaturan produksi pada kaum buruh dalam bentuk kolektip, bukan kepemilikan secara perindividu.
Tiga hukum dialektika ini telah memberikan pengaruh besar pada gerakan Marxisme dan kemudian menjelma dalam cakupan besar, skala negara, untuk dijadikan landasan dalam keputusan publik.
2.       Historis Materialis
Yang di maksudkan oleh Marxisme di sini adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang sosial masyarakat secara menyeluruh sebagai impelementasi dari wujud pergerakan materi. Semua ilmu yang ada tidak bisa memberikan data informasi sosial secara total menyeluruh, karena ilmu yang ada hanya menjelaskan bagian-bagian kecil, sesuai dengan disiplin ilmu masing masing. Sosial masyarakat pun begitu komplek, bukan hanya berdiri di atas kepentingan sebagian. Oleh karena itu maka membutuhkan satu ilmu yang mempelajari akan hubungan antar sosial masyarakat, karateristiknya dan bahkan pergerakan perubahan yang terjadi di dalam masyarakat tersebut. Ilmu ini tidak lain adalah historical materialism, lebih luas cakupannya dari pada ilmu sejarah. Sedangkan posisi dialektika adalah sebagai asas dalam historis materialis ini, untuk mencari dan memperbaiki tatanan masyarakat. Maka boleh dikatakan bahwa historis materialis adalah kaki tangan dari dialektika berkaitan dalam interaksinya dengan sosial, dengannya menganalisa kemudian menetapkan statemen, sebagaimana langkah Marx untuk para Proletariat harus berjuang melawan kaum kapitalis yang menghisap dan menindas kaum buruh. Satu-satunya cara untuk memenangkan perjuangan ini dan membebaskan diri adalah dengan mengalahkan kelas kapitalis di kancah politik serta merebut alat-alat produksi mereka. Itu hanya mungkin jika proletariat menciptakan aparatus negara yang baru.
C.  Agama Produk Materi; Dalam Pandangan Marxisme
“Kensengsaraan agamis mengekspresikan kesengsaraan riil sekaligus merupakan protes terhadap kesengsaraan itu. Agama adalah keluhan para makhluk tertindas, jantung-hati sebuah dunia tanpa hati, jiwa untuk keadaan tak berjiwa. Agama menjadi candu rakyat.” (Karl Marx).
Ada beberapa hal yang bisa diambil dari apa yang telah Marx sampaikan, bahwa kaum Sosialis (dalam pandangan Marxisme) bukan berperang malawan agama sebagai tugas utama, akan tetapi melawan bentun-bentuk sosial yang timpang, dan agama adalah perwujudan atau potret dari ketimpangan, penindasan sosial itu. Marxisme berjuang untuk pembebasan sosial, bukan kritik terhadap agama, karena itu adalah sia-sia bahkan negatif, karena kritik semacam itu hanya mempersulit penghiburan emosional yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Hilangnya penindasan, maka agama hilang dengan sendirinya.

Penutup
Pembahsan marxisme sangat lah luas. Makalah ini hanya menyampaian landasan pijakan teori falsafi Marxisme saja, dan itupun ala kadarnya, tanpa masuk ke pembahasan sosial, ekonomi dan politik Marxis. Sangat terbatas dan mungkin kurang pas bahasa yang digunakan dalam penyampaian. Tidak banyak penulis mengkritisi pada makalah ini sebagai salam sapa untuk Marx dan para tokoh Marxisme lainnya.


Daftar Pustaka
Suseno, Franz Magnis. 2005. Pijar-Pijar Filsafat ( Dari Gatholoco ke Filsafat Perempuan, dari Adam Muller ke Post Modernisme).Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
http://id.wikipedia.org/wiki/Marxisme



0 komentar:

Posting Komentar